Sekolah Kedinasan (STAN) Itu Luar Biasa

 On Kamis, 14 November 2013  

Teringat pengalaman saya ketika pertama kali menginjakkan kaki ke luar dari Pulau Dewata bersama dengan teman-teman tercinta. Begitu besar daya tarik sekolah kedinasan (STAN) dengan iming-imingnya yang GRATIS TANPA BIAYA KULIAH dan LANGSUNG BEKERJA di KEMENTERIAN KEUANGAN, membuat kami memberanikan diri meninggalkan kampung halaman dan bahkan menyeberangi pulau. Memang sebagian besar dari kami memilih STAN karena faktor GRATIS, kesetaraan (kesamaan), jaminan kerja, serta biaya.
Bersama-sama kami dalam satu rombongan. Ada yang ditemani orangtuanya, tapi sebagian besar  berangkatnya sendiri tanpa didampingi orang tua. Pada umumnya orang tua mendampingi kami saat memilih sekolah, saat mendaftar, atau masuk sekolah, namun karena faktor biaya yang harus kami hemat membuat kami sepakat untuk berpikiran bahwa “SAYA HARUS LULUS” dan “KETIKA KAMI LULUS, ORANG TUA HARUS DATANG KE JAKARTA UNTUK IKUT MENNYAKSIKAN KELULUSAN KAMI”. Faktor lainnya dari diriku sendiri adalah aku merasa sudah dewasa secara fisik walaupun juga masih dalam tahap pendewasaan,sehingga ini adalah tahap pembelajaran yang baik untuk masa depan. untuk itu mereka (orang tua) ku minta untuk selalu mendoakanku selama perjalanan, dan mengikuti seleksi Ujian Saringan Masuk (USM).
Untuk masuk dan diterima sebagai mahasiswa, pada tahun 2004 kami melewati tahapan seleksi yaitu:
1. Seleksi Administrasi (kelengkapan persyaratan dan nilai).
2. Tes Potensi Akademik (Ujian Psikotest, Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris).
3. Surat Kesehatan (tidak boleh buta warna, minus/berkaca mata dsb)
Persyaratan tersebut mesti dipenuhi seiring dengan tahapan lulusnya seleksi. Satu saja syarat tersebut gagal dipenuhi, pupus sudah harapan untuk masuk menjadi mahasiswa dan kami harus mengulang pada tahun depan jika masih ingin mencoba (maksimal 3 kali). Syarat nilai saja pada waktu itu sudah ketat yaitu rata-rata nulai ujian akhir nasional (NUAN) 6,5, ditambah TPA 180 soal dijawab dalam 3 menit. Kaya sudah mau masuk CPNS saja.. Awalnya kami berpikir yang mungkin memang harus berat, karena jika kami lulus maka kami akan langsung diangkat sebagai CPNS. Okay… “Diikuti dan dijalani saja” pikirku.
Mendengar hasil bahwa aku lulus dan akhirnya bisa mengikuti perkuliahan yang telah disiapkan pihak kampus, muncul perasaan lega dan was-was. Meskipun aku baru bisa lulus pada ujian kesempatan kedua, Orang tuaku selalu meyakinkan bahwa aku bisa menjalaninya meski bayang-bayang DO menghantui. Drop out di STAN disebabkan oleh banyak faktor yaitu:
1. Absensi yang harus memenuhi minimal 80%
2. “Sentimen dosen pada mahasiswa yang berimbas pada nilai indeks prestasi (IP/IPK)” (sekaarng sudah lebih objektif)
3. Kesehatan mahasiswa akan turun pada musim-musim tertentu terutama pada saat musim hijan (DB), menjelang ujian (pusing-demam hingga tipes), dan musim menyusun Karya Tulis (KTTA/Skripsi)
4. Gagal ujian (berimbas ke IP/IPK juga)
Tak jarang kira-kira dari satu angkatan yang masuk pada tahun yang sama, kelulusan mahasiswa mencapai 80%. Jika mahasiswa yang diterima ada 1.000 orang, maka yang lulus sekitar 800 orang, dan itupun merupakan jumlah yang sudah bisa dibilang “banyak”. Menjadi salah satu alumni merupakan suatu kebanggaan, dimana aku bisa menunjukkannya kepada orang tuaku. Selain itu, setelah lulus, kami langsung ditempatkan untuk magang sambil menunggu untuk diangkat sebagai CPNS. Meskipun kami hanya mendapat uang tunggu sebesar 350.000/bulan selama magang, tapi itu sebanding dengan pengalaman yang kami peroleh. Bersyukur rasanya hingga saat ini masih bisa menjadi pegawai yang baik di institusi Kementerian Keuangan ditengah cemooh masyarakat, namun yang bisa aku lakukan hanya mengusahakan yang terbaik sesuai nilai kementerian keuangan (Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan).
Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, sepertinya kondisi lulusan STAN seperti hidup segan matipun enggan. Mengapa demikian??? Melihat apa yang sudah aku alami selama ini, dengana turan-aturan yang ada, alumni diibaratkan seperti cinta yang digantung (enggak enak). Aku bisa bilang sepertu itu karena:
1. Alumni harus mengikuti seleksi masuk yang begitu ketat;
2. Menghadapi bayang-bayang DO;
3. Setelah lulus harus tes kembali untuk diangkat sebagai CPNS, jika tidak lulus ya wasalam;
4. Setelah lulus malah jadi pengangguran (menunggu pengangkatan setelah tes tanpa magang) otomatis tidak ada uang tunggu lagi
5. Mau kerja ga ada ijasah karena ditahan, kalo ngga kerja dicemooh warga sekitar yang mulutnya nyinyir
6. Mulai kerja (CPNS) pada beberapa instansi harus menunggu waktu yang lama, bahkan hingga lebih dari 1 tahun.
Melihat kondisi mereka yang seperti itu, tidak salah jika mereka sempat membuat heboh media internet dengan sepucuk surat yang ditulis untuk menteri. Apakah kualitas mereka yang bagus ini patut disia-siakan???
Sumber : Kompasiana
Sekolah Kedinasan (STAN) Itu Luar Biasa 4.5 5 Unknown Kamis, 14 November 2013 Teringat pengalaman saya ketika pertama kali menginjakkan kaki ke luar dari Pulau Dewata bersama dengan teman-teman tercinta. Begitu besa...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar